16/10/12
Ibu, Maafkan Aku…
Alkisah di sebuah desa, ada seorang ibu yang sudah tua, hidup berdua dengan anak satu-satunya
Suaminya sudah lama meninggal karena sakit
Sang ibu sering kali merasa sedih memikirkan anak satu-satunya.
Anaknya mempunyai tabiat yang sangat buruk yaitu suka mencuri, berjudi, mengadu ayam dan banyak lagi
Ibu itu sering menangis meratapi nasibnya yang malang, Namun ia sering berdoa memohon kepada Tuhan: “Tuhan tolong sadarkan anakku yang kusayangi, supaya tidak berbuat dosa lagi
Aku sudah tua dan ingin menyaksikan dia bertobat sebelum aku mati”
Namun semakin lama si anak semakin larut dengan perbuatan jahatnya, sudah sangat sering ia keluar masuk penjara karena kejahatan yang dilakukannya
Suatu hari ia kembali mencuri di rumah penduduk desa, namun malang dia tertangkap
Kemudian dia dibawa ke hadapan raja utk diadili dan dijatuhi hukuman pancung
pengumuman itu diumumkan ke seluruh desa, hukuman akan dilakukan keesokan hari
di depan rakyat desa dan tepat pada saat lonceng berdentang menandakan pukul enam pagi
Berita hukuman itu sampai ke telinga si ibu dia menangis meratapi anak yang dikasihinya dan berdoa berlutut kepada Tuhan “Tuhan ampuni anak hamba, biarlah hamba yang sudah tua ini yang menanggung dosa nya”
Dengan tertatih tatih dia mendatangi raja dan memohon supaya anaknya dibebaskan
Tapi keputusan sudah bulat, anakknya harus menjalani hukuman
Dengan hati hancur, ibu kembali ke rumah Tak hentinya dia berdoa supaya anaknya diampuni, dan akhirnya dia tertidur karena kelelahan Dan dalam mimpinya dia bertemu dengan Tuhan
Keesokan harinya, ditempat yang sudah ditentukan, rakyat berbondong2 manyaksikan hukuman tersebut Sang algojo sudah siap dengan pancungnya dan anak sudah pasrah dengan nasibnya
Terbayang di matanya wajah ibunya yang sudah tua, dan tanpa terasa ia menangis menyesali perbuatannya Detik-detik yang dinantikan akhirnya tiba
Sampai waktu yang ditentukan tiba, lonceng belum juga berdentang sudah lewat lima menit dan suasana mulai berisik, akhirnya petugas yang bertugas membunyikan lonceng datang
Ia mengaku heran karena sudah sejak tadi dia menarik tali lonceng tapi suara dentangnya tidak ada
Saat mereka semua sedang bingung, tiba2 dari tali lonceng itu mengalir darah Darah itu berasal dari atas tempat di mana lonceng itu diikat
Dengan jantung berdebar2 seluruh rakyat menantikan saat beberapa orang naik ke atas menyelidiki sumber darah
Tahukah anda apa yang terjadi?
Ternyata di dalam lonceng ditemui tubuh si ibu tua dengan kepala hancur berlumuran darah
dia memeluk bandul di dalam lonceng yang menyebabkan lonceng tidak berbunyi,
dan sebagai gantinya, kepalanya yang terbentur di dinding lonceng
Seluruh orang yang menyaksikan kejadian itu tertunduk dan meneteskan air mata
Sementara si anak meraung raung memeluk tubuh ibunya yang sudah diturunkan
Menyesali dirinya yang selalu menyusahkan ibunya Ternyata malam sebelumnya si ibu dengan susah payah memanjat ke atas dan mengikat dirinya di lonceng Memeluk besi dalam lonceng untuk menghindari hukuman pancung anaknya
Seorang Anak yang Merindukan Ibu
Empat tahun yang lalu, kecelakaan telah merenggut orang yang kukasihi, sering aku bertanya-tanya, bagaimana keadaan istriku sekarang di alam surgawi, baik-baik sajakah? Dia pasti sangat sedih karena sudah meninggalkan sorang suami yang tidak mampu mengurus rumah dan seorang anak yang masih begitu kecil. Begitulah yang kurasakan,karena selama ini aku merasa bahwa aku telah gagal, tidak bisa memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani anakku, dan gagal untuk menjadi ayah dan ibu untuk anakku.
Suatu hari, ada urusan penting di tempat kerja, aku harus segera
berangkat ke kantor, anakku masih tertidur. Ohhh aku harus menyediakan
makan untuknya.
Karena masih ada sisa sedikit nasi, jadi aku menggoreng telur untuk
dia makan. Setelah memberitahu anakku yang masih mengantuk, kemudian
aku bergegas
berangkat ke tempat kerja. Peran ganda yang kujalani, membuat
energiku benar-benar terkuras. Suatu hari ketika aku pulang kerja aku
merasa sangat lelah, setelah bekerja sepanjang hari. Hanya sekilas aku
memeluk dan mencium anakku, aku langsung masuk ke kamar tidur, dan
melewatkan makan malam.
Namun, ketika aku merebahkan badan ke tempat tidur dengan maksud
untuk tidur sejenak menghilangkan kepenatan, tiba-tiba aku merasa ada
sesuatu yang pecah dan tumpah seperti cairan hangat! Aku membuka selimut
dan….. di sanalah sumber ‘masalah’nya … sebuah mangkuk yang pecah
dengan mie instan yang berantakan di seprai dan selimut!
Oh…Tuhan! Aku begitu marah, aku mengambil gantungan pakaian dan
langsung menghujani anakku yang sedang gembira bermain dengan mainannya,
dengan pukulan-pukulan! Dia hanya menangis, sedikitpun tidak meminta
belas kasihan, dia hanya memberi penjelasan singkat:
“Ayah, tadi aku merasa lapar dan tidak ada lagi sisa nasi.
Tapi ayah belum pulang, jadi aku ingin memasak mie instan. Aku ingat,
ayah pernah mengatakan untuk tidak menyentuh atau menggunakan kompor gas
tanpa ada orang dewasa di sekitar, maka aku menyalakan mesin air minum
ini dan menggunakan air panas untuk memasak mie. Satu untuk ayah dan
yang satu lagi untuk saya . Karena aku takut mie’nya akan menjadi
dingin, jadi aku menyimpannya di bawah selimut supaya tetap hangat
sampai ayah pulang. Tapi aku lupa untuk mengingatkan ayah karena aku
sedang bermain dengan mainanku, aku minta maaf,ayah … “
Seketika, air mata mulai mengalir di pipiku, tetapi, aku tidak
ingin anakku melihat ayahnya menangis maka aku berlari ke kamar mandi
dan menangis dengan menyalakan shower di kamar mandi untuk menutupi
suara tangisku. Setelah beberapa lama, aku hampiri anakku, kupeluknya
dengan erat dan memberikan obat kepadanya atas luka bekas pukulan
dipantatnya, lalu aku membujuknya untuk tidur. Kemudian aku membersihkan
kotoran tumpahan mie di tempat tidur.
Ketika semuanya sudah selesai dan lewat tengah malam, aku melewati
kamar anakku, dan melihat anakku masih menangis, bukan karena rasa sakit
di pantatnya, tapi karena dia sedang melihat foto ibu yang dikasihinya.
Satu tahun berlalu sejak kejadian itu, aku mencoba, dalam periode
ini, untuk memusatkan perhatian dengan memberinya kasih sayang seorang
ayah dan juga kasih sayang seorang ibu, serta memperhatikan semua
kebutuhannya. Tanpa terasa, anakku sudah berumur tujuh tahun, dan akan
lulus dari Taman Kanak-kanak. Untungnya, insiden yang terjadi tidak
meninggalkan kenangan buruk di masa kecilnya dan dia sudah tumbuh dewasa
dengan bahagia.
Namun, belum lama, aku sudah memukul anakku lagi, saya benar-benar
menyesal. Guru Taman Kanak-kanaknya memanggilku dan memberitahukan bahwa
anak saya absen dari sekolah. Aku pulang kerumah lebih awal dari
kantor, aku berharap dia bisa menjelaskan. Tapi ia tidak ada dirumah,
aku pergi mencari di sekitar rumah kami, memangil-manggil namanya dan
akhirnya menemukan dirinya di sebuah toko alat tulis, sedang bermain
komputer game dengan gembira. Aku marah, membawanya pulang dan
menghujaninya dengan pukulan-pukulan. Dia diam saja lalu mengatakan,
“Aku minta maaf, ayah“.
Selang beberapa lama aku selidiki, ternyata ia absen dari acara
“pertunjukan bakat” yang diadakan oleh sekolah, karena yg diundang
adalah siswa dengan ibunya. Dan itulah alasan ketidakhadirannya karena
ia tidak punya ibu.
Beberapa hari setelah penghukuman dengan pukulan rotan, anakku
pulang ke rumah memberitahuku, bahwa disekolahnya mulai diajarkan cara
membaca dan menulis. Sejak saat itu, anakku lebih banyak mengurung diri
di kamarnya untuk berlatih menulis,aku yakin , jika istriku masih ada
dan melihatnya ia akan merasa bangga, tentu saja dia membuat saya bangga
juga!
Waktu berlalu dengan begitu cepat, satu tahun telah lewat. Tapi
astaga, anakku membuat masalah lagi. Ketika aku sedang menyelasaikan
pekerjaan di hari-hari terakhir kerja, tiba-tiba kantor pos menelpon.
Karena pengiriman surat sedang mengalami puncaknya, tukang pos juga
sedang sibuk-sibuknya, suasana hati mereka pun jadi kurang bagus. Mereka
menelponku dengan marah-marah, untuk memberitahu bahwa anakku telah
mengirim beberapa surat tanpa alamat. Walaupun aku sudah berjanji untuk
tidak pernah memukul anakku lagi, tetapi aku tidak bisa menahan diri
untuk tidak memukulnya lagi, karena aku merasa bahwa anak ini sudah
benar-benar keterlaluan. Tapi sekali lagi, seperti sebelumnya, dia
meminta maaf :
“Maaf, ayah”. Tidak ada tambahan satu kata pun untuk menjelaskan alasannya melakukan itu.
Setelah itu saya pergi ke kantor pos untuk mengambil surat-surat
tanpa alamat tersebut lalu pulang. Sesampai di rumah, dengan marah aku
mendorong anakku ke sudut mempertanyakan kepadanya, perbuatan konyol
apalagi ini? Apa yang ada dikepalanya?
Jawabannya, di tengah isak-tangisnya, adalah : “Surat-surat itu untuk ibu…..”.
Tiba-tiba mataku berkaca-kaca. …. tapi aku mencoba mengendalikan emosi
dan terus bertanya kepadanya: “Tapi kenapa kamu memposkan begitu banyak
surat-surat, pada waktu yg sama?”
Jawaban anakku itu : “Aku telah menulis surat buat ibu
untuk waktu yang lama, tapi setiap kali aku mau menjangkau kotak pos
itu, terlalu tinggi bagiku, sehingga aku tidak dapat memposkan
surat-suratku. Tapi baru-baru ini, ketika aku kembali ke kotak pos, aku
bisa mencapai kotak itu dan aku mengirimkannya sekaligus”. Setelah mendengar penjelasannya ini, aku kehilangan kata-kata, aku bingung,
tidak tahu apa yang harus aku lakukan, dan apa yang harus aku katakan. Aku bilang pada anakku, “Nak, ibu sudah berada di surga, jadi untuk
selanjutnya, jika kamu hendak menuliskan sesuatu untuk
ibu, cukup dengan membakar surat tersebut maka surat akan sampai kepada
mommy. Setelah mendengar hal ini, anakku jadi lebih tenang, dan
segera setelah itu, ia bisa tidur dengan nyenyak. Aku berjanji akan
membakar surat-surat atas namanya, jadi saya membawa surat-surat
tersebut ke luar, tapi…. aku jadi penasaran untuk tidak membuka surat
tersebut sebelum mereka berubah menjadi abu.
Dan salah satu dari isi surat-suratnya membuat hati saya hancur yang isinya:
‘ibu sayang’, Aku sangat merindukanmu! Hari ini, ada sebuah
acara ‘Pertunjukan Bakat’ di sekolah, dan mengundang semua ibu untuk
hadir di pertunjukan tersebut. Tapi kamu tidak ada, jadi aku tidak ingin
menghadirinya juga. Aku tidak memberitahu ayah tentang hal ini karena
aku takut ayah akan mulai menangis dan merindukanmu lagi. Saat itu untuk
menyembunyikan kesedihan, aku duduk di depan komputer dan mulai bermain
game di salah satu toko. Ayah keliling-keliling mencariku, setelah
menemukanku ayah marah, dan aku hanya bisa diam, ayah memukul aku,
tetapi aku tidak menceritakan alasan yang sebenarnya.
Ibu, setiap hari aku melihat ayah merindukanmu, setiap kali
dia teringat padamu, ia begitu sedih dan sering bersembunyi dan
menangis di kamarnya. Aku pikir kita berdua amat sangat merindukanmu.
Terlalu berat untuk kita berdua. Tapi bu, aku mulai melupakan wajahmu.
Bisakah ibu muncul dalam mimpiku sehingga aku dapat melihat wajahmu dan
ingat kamu? Temanku bilang jika kau tertidur dengan foto orang yang kamu
rindukan, maka kamu akan melihat orang tersebut dalam mimpimu. Tapi
ibu, mengapa engkau tak pernah muncul ?
Setelah membaca surat itu, tangisku tidak bisa berhenti karena aku
tidak pernah bisa menggantikan kesenjangan yang tak dapat digantikan
semenjak ditinggalkan oleh istriku
Note : Untuk para suami dan laki-laki, yang telah dianugerahi
seorang istri/pasangan yang baik, yang penuh kasih terhadap anak-anakmu
selalu berterima-kasihlah setiap hari pada istrimu. Dia telah rela
menghabiskan sisa umurnya untuk menemani hidupmu, membantumu,
mendukungmu, memanjakanmu dan selalu setia menunggumu, menjaga dan
menyayangi dirimu dan anak-anakmu. Hargailah keberadaannya, kasihilah
dan cintailah dia sepanjang hidupmu
dengan segala kekurangan dan kelebihannya, karena apabila engkau
telah kehilangan dia, tidak ada emas permata, intan berlian yang bisa
menggantikannya.
Sumber : Dari berbagai Blog dan Forum
Langganan:
Postingan (Atom)